PELALAWAN,MediaKepriNews.Com –
Gedung DPRD Pelalawan menjadi saksi bisu kemarahan mahasiswa Institut Teknologi Pelalawan (ITP2I) hari ini, Senin 22 Juli 2024. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITP2I Kabinet Hijau Hitam melakukan aksi pendudukan sebagai puncak kekecewaan mereka terhadap janji pembangunan kampus yang tak kunjung terealisasi.
Aksi yang bermula damai berubah panas ketika terjadi gesekan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Pembakaran ban mewarnai suasana mencekam sebelum akhirnya massa berhasil menembus barikade dan menduduki gedung DPRD.
M Roja dan Ahmad Faisal, koordinator lapangan aksi, dengan lantang menyuarakan kekecewaan mereka. “Bupati Zukri tak lebih dari seorang penghianat dan pembohong ulung!” seru mereka berapi-api. “Janji manis di tahun 2022 hanya jadi bualan kosong. Mahasiswa bukan boneka yang bisa dipermainkan seenaknya!”
Senada dengan pernyataan tersebut, Dea Kurnia Insan selaku jenderal lapangan menambahkan dengan nada sarkastis, “Sepertinya bagi Bupati Zukri, janji politik lebih penting daripada masa depan pendidikan Pelalawan. Kami bukan sekadar angka dalam statistik pembangunannya yang semu!”
Meldianto, Presiden Mahasiswa ITP2I yang bertindak sebagai koordinator umum, memberikan ultimatum keras. “DPRD dan Bupati harus menyelesaikan pembangunan ITP2I sebelum periode jabatan berakhir. DPRD terbukti tidak becus mengawasi kinerja bupati, sementara Zukri jelas-jelas tidak serius membangun masa depan pendidikan Pelalawan!”
Menanggapi tuntutan mahasiswa, Wakil Ketua DPRD Pelalawan, Syafrizal, berkilah dengan menyatakan keterbatasan anggaran. “Hutang kabupaten masih 60 miliar lebih. Ada pembangunan lain yang lebih penting dan lebih kita utamakan seperti pembangunan perpustakaan daerah, begitu juga dengan dana yang disalurkan oleh perusahaan melalui CSR, seperti Tugu Bono,” ujarnya, memicu gelak tawa sinis dari para mahasiswa.
Sementara itu, Nasrudin US, Ketua Komisi I DPRD Pelalawan, mencoba meredam situasi dengan menjanjikan komitmen untuk mengawal pembangunan kampus ITP2I, baik dari segi penganggaran maupun pengawasan.
Aksi ini menjadi bukti nyata kegagalan pemerintah daerah dalam memenuhi janji pembangunan sektor pendidikan. Nasib ratusan mahasiswa ITP2I kini terkatung-katung di tengah ketidakpastian, sementara pejabat sibuk berlindung di balik alasan klasik keterbatasan anggaran.
Masyarakat Pelalawan kini menanti, akankah teriakan lantang mahasiswa ini akhirnya membuka mata dan telinga para pemangku kebijakan, atau hanya akan menjadi catatan hitam lain dalam sejarah pembangunan Kabupaten Pelalawan?***